ASAL USUL
GANESHA : ANALISIS SEJARAH SEBAGAI ILMU DAN FOLKLORE
(Mu’azzizah Dara Shivana/120731400293/18/VII/SIK-C)
Ganesha
adalah salah satu dewa di dalam agama Hindu. Nama Ganesha sendiri berasal dari
bahasa Sansekerta, yang terdiri atas kata gana
berarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan, dan isha
berarti penguasa atau pemimpin. Kata gana
ketika dihubungkan dengan Ganesha seringkali merujuk kepada para gana, pasukan makhluk
setengah dewa yang menjadi pengikut Shiwa.
Nama Ganesha bukan satu-satunya nama, melainkan ganesha juga memiliki nama-nama
lain didalam Kitab Amarakosha,
yaitu kamus bahasa Sanskerta, Ganesha memiliki
daftar delapan nama lain : Winayaka,
Wignaraja (sama dengan Wignesa), Dwaimatura (yang memiliki dua ibu), Ganadipa (sama dengan Ganapati
dan Ganesa), Ekadanta (yang memiliki satu gading),
Heramba, Lambodara (yang memiliki perut bak
periuk, atau, secara harfiah,
yang perutnya bergelayutan), dan Gajanana
(yang bermuka gajah).
Ganesha juga merupakan salah satu
dewa yang terkenal dalam agama Hindu dan mudah dikenali karena kepalanya yang
berbentuk gajah. Ganesha lebih dikenal dengan sebutan Dewa Pengetahuan, Dewa
Kecerdasan, Dewa Pelindung Seni tapi tidak sedikit juga yang menyebut kalau
Ganesha juga merupakan Dewa penyingkir segala rintangan, baik rintangan itu
berupa gangguan gaib (magic) maupun gangguan langsung (fisik) dan Dewa
Bijaksana. Sebagai dewa ilmu
pengetahuan, Ganesha selalu mengundang kekaguman para pakar ikonografi
(pengetahuan tentang seni arca kuno) karena bentuk dan gaya seni yang
berbeda-beda. Namun ciri utama Ganesha tetap sama, yakni memiliki belalai yang
sedang mengisap isi mangkok dalam genggaman tangan depannya. Salah satu cara
yang terkenal dalam memuja Ganesha adalah dengan menyanyikan Ganesha
Sahasranama, sebuah doa pengucapan
"seribu nama Ganesha". Setiap nama dalam sahasranama mengandung arti berbeda-beda dan melambangkan
berbagai aspek dari Ganesha. Sekurang-kurangnya ada dua versi Ganesha Sahasranama; salah satu versi
diambil dari Ganeshapurana, yaitu sastra Hindu untuk menghormati
Ganesha.
Di
kalangan masyarakat Hindu, Ganesha dianggap setengah manusia dan setengah dewa.
Peranan Ganesha begitu penting itu disebabkan karena dia adalah anak Dewa Shiwa
dan Dewi Sri Parwati. Namun dibalik
ketenarannya tersebut, masih menundang misteri tersendiri tentang asal muasal
dari Dewa ganesha. Banyak versi yang tercipta tentang ketenarannya tersebut
mulai dari kemunculan pertamanya, Ganesha didalam sastra weda & wiracarita,
zaman purana, tidak terkecualikan versi folklore yang merupakan cerita rakyat
atau lebih dikenal dengan istilah mitos kalau di Indonesia.
Kelahiran
Ganesha, menurut salah satu versi cerita rakyat dilatari oleh permintaan Indra
dan para dewa, agar Shiwa menciptakan tokoh yang dapat mengalahkan raksasa yang
ingin menguasai tempat tinggal para dewa. Kemudian Siwa mengerahkan salah satu
kekuatannya dalam ujud seorang pemuda tampan yang lahir dari rahim Parwati.
Pemuda tersebut diberi nama Vighneswara (Penyingkir Rintangan). Kelak dia
diperintahkan untuk mengalahkan para raksasa.
Parwati
sangat bangga akan ketampanan putranya. Maka dia mengundang para dewa untuk
memamerkan putranya itu. Semua dewa memandang kagum kepada Vighneswara. Kecuali
Sani (Saturnus), dia tidak mau memandang Vighneswara karena membawa kutukan
isterinya. Konon menurut kepercayaan, apa saja yang dipandangnya akan berubah
menjadi abu.Meskipun sudah menolak, Parwati tetap meminta Sani memandang
putranya. Akibatnya kepala Vighneswara hancur menjadi abu. Parwati pun sangat
berduka. Kemudian Brahma menghibur Parwati dan berjanji memulihkan kepala
putranya dengan makhluk pertama yang dilihatnya. Makhluk pertama yang dijumpai
Brahma adalah seekor gajah. Sehingga kepala anaknya berubah wujud menjadi
kepala gajah.
Ganesha
sangat populer dan banyak pemujanya, terutama dari sekte Ganapatya. Ganapati
adalah nama lain Ganesha dalam kedudukannya sebagai pimpinan para gana. Gana
adalah makhluk kahyangan yang termasuk di dalam kelompok pariwara kecil yang
bertugas sebagai pasukan pengawal Siwa. Dalam cerita wayang, Ganesha disebut
Bhatara Gana. Dan versi ini sebenarnya juga ada didalam Kitab Brahmavairavata.
Menurut
Kitab Shiwa
Purana, itu bermula ketika suatu hari Dewi Parwati ingin
mandi, maka dia panggil pengawal, tapi pengawal sedang tidak ada. Lalu dia
panggil anak laki-lakinya yang ternyata juga sedang pergi. Akhirnya dipanggil
anak angkatnya yang bernama Ganesha. Lalu Dewi Parwati berpesan, kalau jangan
biarkan seorangpun juga memasuki rumah ini ketika dia sedang mandi. Ganesha
merupakan anak angkat yang patuh, dia pun mengangguk dan duduk berjaga di depan
pintu. Tak lama kemudian ketika Dewi Parwati sedang mandi, Dewa Shiwa datang dan
hendak memasuki rumah. Ganesha sesuai perintah ibu angkatnya tentu saja tidak
mengizinkan. Kemarahan Dewa Shiwa mencapai puncaknya, sekali tebas kepala
ganesha langsung putus. Ketika Dewi Parwati selesai mandi dan mengetahui apa
yang terjadi, dia marah kepada Bhatara Shiwa dan meminta Dewa Shiwa untuk
menghidupkan kembali Ganesha.
Menurut
kepercayaan waktu itu, Kalau ada orang meninggal karena terpancung, dan jika
ada orang lain yang ‘pertama’ lewat disekitar itu lalu diambil kepalanya
(dengan cara dipancung juga) kemudian kepala orang kedua dipasangkan ke badan
orang yang pertama, maka orang yang pertama tadi bisa hidup kembali. Maka Dewa
Shiwa (Bhatara Shiwa) menyuruh semua pengawal berpencar di sekitar rumah untuk
mencari orang yang kepalanya bisa dipasangkan ke badan Ganesha. Ternyata
setelah waktu berapa lama, tidak ada juga orang yang lewat di sana. Ketika
harapan sudah hampir pupus, tiba-tiba seekor gajah lewat. Apa boleh buat, yang
pertama lewat ternyata bukan manusia, tetapi gajah. Pengawal dengan sigap
memenggal kepala gajah lalu memasangkannya ke badan Ganesha. Ganesha pun hidup
kembali, walaupun dengan kepala gajah.
Tidak
ada dendam dan penyesalan pada diri Ganesha. Dia hanya ingin tetap menjadi anak
yang baik dan patuh kepada orang tuanya. Keadaan ini akhirnya membuat Ganesha
di boyong ke istana Bhatara Shiwa dan dijadikan pengawal kerajaan. Suatu hari
dia akan mengawal Dewi Parwati dan anggota keluarga lainnya. Ketika semua naik
burung Garuda ternyata Ganesha tidak kebagian tempat dan hanya naik burung
biasa. Ketika yang lain bisa berjalan-jalan sejauh mungkin, Ganesha dengan
kondisi dan posisinya hanya bisa berputar-putar di sekeliling istana. Semua itu
dijalani Ganesha tetap dengan tawa dan ceria, tanpa harus merasa rendah diri.
Wajahnya memang telah berubah menjadi si buruk rupa, tapi tidak dengan hatinya.
Ia tetap bekerja dan melaksanakan setiap tugasnya dengan sungguh-sungguh dan
membantu setiap orang yang membutuhkannya. Akhirnya hati Bhatara Shiwa pun
luluh dan bersabda: “Ganesha, selama hidupmu, dimanapun kau berada, kamu akan
selalu bermanfaat bagi orang-orang yang ada di sekeliling kamu”. Begitulah
salah satu cerita rakyat (legenda) yang terkenal tentang Ganesha.
Menurut
buku yang ditulis oleh Thapan tentang perkembangan Ganesha mengandung sebuah
bab tentang spekulasi mengenai peran kepala gajah pada zaman awal di India,
namun berkesimpulan bahwa, meski pada abad ke-2 Masehi ada perwujudan yaksa
berkepala gajah, itu tidak bisa dianggap menggambarkan Ganapati-Winayaka. Tidak
ada bukti mengenai dewa yang disebut memiliki wujud gajah atau berkepala gajah
pada permulaan zaman ini. Suatu teori
mengenai asal-usul Ganesha dalam kitab Purana mengatakan bahwa, ia
perlahan-lahan menjadi tenar sehubungan dengan empat Winayaka, tidak ada yang
tahu mengenai kapan tepatnya Ganesha muncul yang ada hanyalah kisah hidup
Ganesha yang muncul belakangan sekitar tahun 600-1300.
Dalam mitologi Hindu, para Winayaka
adalah kelompok empat makhluk jahat yang membuat rintangan dan kesulitan, namun
mudah untuk ditenangkan. Nama Winayaka adalah nama yang biasa bagi Ganesha,
baik dalam Purana-Purana maupun Tantra Buddha. Yuvraj krishan
menerima teori ini, yang meneliti masalah dan mengungkapkan bahwa referensi
tentang Ganesha bukan dewa dalam Weda, melainkan terdapat dalam Bayupurana dan Brahmandapurana. Asal-usulnya mengikuti jejak empat Winayaka, roh jahat, dari Manawagrehyasutra yang menyebabkan
berbagai jenis kejahatan dan penderitaan. Penggambaran figur manusia berkepala
gajah, yang beberapa di antaranya diidentifikasikan dengan Ganesha, muncul
dalam kesenian dan koin India pada permulaan abad ke-2.
Sedangkan
menurut kitab Smaradahana karang Mpu dharmaja dari kerajaan kadiri, diceritakan
bahwa Ganesha berkepala gajah karena ketika dewi Parwati hamil tua, dia
dikejutkan oleh kedatangan dewa Indra dengan seekor gajahnya yang bernama
Airawata, yang pada saat itu tiba-tiba lewat di depan dewi Parwati. Karena
terkejutnya sehingga bayi yang dikandungnya lahir, dan ternyata bayi yang baru
lahir tersebut berkepala gajah. Seorang sejarawan, Phyllis Granof berkesimpulan
bahwa, Mudgalapurana adalah kitab filsafat terakhir yang menyinggung masalah
Ganesha yaitu pada aabad ke-17 dan ke-18.
Asal
usul Ganesha sendiri jika dianalisis dari sejarah dan folklore banyak macamnya,
bukan hanya cerita dari India tetapi juga dari Indonesia. Kebanyakan dari
India, karena Ganesha sendiri merupakan salah satu dewa yang ada dalam agama
Hindhu yang berasal dari India, tapi bukan berarti meskipun dari India cerita
mengenai Ganesha sudah jelas, melainkan kebalikannya dan itu dikarenakan versi
yang sudah terlanjur beredar dalam masyarakat meskipun dalam sebagian kitab
Hindhu juga sudah dibahas mengenai Ganesha. Sebenarnya, cerita mengenai asal
usul ganesha jika dipandang dari sejarah maupun folklore ada beberapa persamaan
dan itu merupakah kewajaran dalam ilmu sejarah, itu tergantung dari masing-masing
Individu dalam mempercayainya, versi mana yang lebih meyakinkan.
Selain
cerita tentang asal usul Ganesha yang sangat beragam, disamping itu semua juga
ada penemuan arca Ganesha, salah satunya Ganesha Bunulrejo (Prasasti
Kanuruhan), terbuat dari bahan batu andesit yang berasal dari Kampung Beji Kel.
Bunulrejo Kec. Blimbing, Malang. Ganesha digambarkan dengan Posisi duduk
seperti bayi di bantalan (asana) bunga teratai merah (padma) ganda. Pada bagian
leher hingga kepala hilang. Dua tangan belakang serta telapak kedua tangan
depan hilang. Keistimewaaan dari arca Ganesha ini yakni di belakang sandarannya
dipahatkan sebuah prasasti yang memuat
berita bahwa pada tahun 865 saka bulan Posya wuku wukir (sekitar tanggal 4-7
Januari 935 M).
Ada
juga ditemukan arca Ganesha yang berasal dari hibah dari Bapak Jayusman Jl.
Sambas No. 10 Malang. Arca Ganesha ini dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk
seperti bayidengan badan sangat buntak atau tambun, sehingga kelihatan lucu,
namun raut mukanya tampak garang. Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang
disanggul (jatamakuta). Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang
membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan
kanan dengan aus, tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka) namun telapak
tangan ini pun juga aus. Belalai membelok ke kiri yang pastinya dengan ujung
dicelupkan ke dalam mangkuk. Mengenakan kelat bahu (keyura), gelang tangan
(kankana), dan gelang kaki (nupura). Di depan perut melintang tali kasta
(upavita), perut buncit (lambodara). Keistimewaan dari arca Ganesha ini
terdapat tali badong pada bahunya, yang menandakan arca ini hasil kesenian masa
kerajaan Kadiri. Keistimewaan yang lain pada tempat duduknya yang berbentuk
persegi terdapat gambar tikus. Tikus merupakan tunggangan dari dewa Ganesha. Di
Indonesia, arca Ganesha digambarkan bersama-sama dengan tikus sangat jarang
didapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar