Minggu, 31 Maret 2013

IRAN


PERGESERAN POLITIK SEBAGAI IMPLIKASI PENGUBAHAN NAMA PERSIA MENJADI IRAN

Oleh :
Mu’azzizah Dara Shivana

            Iran adalah satu negara tertua di dunia. Sejarahnya telah dimulai dari 5000 tahun yang lalu. Iran berada pada persilangan yang strategis di daerah Timur Tengah, Asia Barat daya. Bukti kerberadaan manusia dimasa lampau pada periode paleolitikum awal, di pegunungan Iran telah ditemukan di Lembah Kerman Shah. Dan seiring dengan berjalannya sejarah panjang ini, Iran telah menjadi panggung perebutan kekuasaan berbagai bangsa. Suatu ketika bangsa Iran melakukan penaklukan dan perluasan kerajaan ke berbagai wilayah kerajaan lainnya, namun suatu ketika juga menjadi objek penaklukan bangsa lain.
            Peradaban utama awal yang terjadi pada daerah yang sekarang menjadi negara Iran adalah peradaban kaum elarnit. Mereka telah bermukim di daerah Barat Daya Iran sejak 3000 tahun sebelum masehi (SM). Pada 1500 tahun SM lalu, suku Arya mulai bermigrasi ke Iran dari Sungai Volga utara Laut Kaspia, dan dari Asia Tengah. Akhirnya dua suku utama bangsa Arya, suku Persia dan suku Medes, bermukim di Iran. Satu kelompok bermukim di daerah Barat Laut dan mendirikan kerajaan Medes. Kelompok yang lain hidup di Iran Selatan, daerah yang kemudian oleh orang Yunani disebut sebagai Persis, yang menjadi asal kata nama Persia. Bagaimanapun juga, baik suku bangsa Medes maupun suku bangsa Persia menyebut tanah air mereka yang baru sebagai Iran yang berarti “tanah bangsa Arya”.
            Pada pertengahan abad ke-7 M, terjadilah sebuah peristiwa yang merubah nasib Iran. Tentara Arab menaklukkan negara tersebut dan kebanyakan rakyat Iran kemudian kemudian menganut agama Islam. Dengan memperkenalkan Islam, bangsa Arab mengganti kepercayaan kuno Persia, Zoroastrianisme, dan sejak itu hingga saat ini, orang Persia menjadi Muslim. Mereka mengisinya dengan warna-warna Iran yang spesifik ketika bangsa Persia itu menganut agama Islam dalam bentuk Syi’ah yang heterodoks.
            Imperialisme Barat mulai berkembang di Persia dan itu menyebabkan kerajaan Qajar yang pada saat iru berkuasa di Persia tidak mampu membangun ekonomi modern. Ketidakpuasanpun terjadi terhadap korupsi yang tertjadi dalam kerajaan. Seiring dengan kekecewaan terhadap dominasi ekonomi bangsa asing dan tekanan politik imperalis barat yang mengakibatkan terbentuknya gerakan massa. Hasil dari gerakan massa tersebut adalah tuntutan akan reformasi konstitusional, yang diimplementasikan pada tahun 1906.
            Selama masa Perang Dunia I, Iran menjadi ajang pertempuran meskipun negara tersebut bersikap netral. Pada tahun 1920 Sayid Zianuddin Taba tabai, seorang politisi iran, dan Reza Khan, seorang perwira kavaleri, menggulingkan Dinasti baru, Dinasti Pahlavi. Selama 20 tahun masa kekuasaannya, dia menindas suku bangsa Kurdi, Baluchis, Qashqis, serta gerakan pemberontakan lainnya dan mengakhiri pemerintahan arab semiotonomi Syekh Khazal yang mendapatkan proteksi dari Inggris di Khuzistan. Setelah itu, Nama Iran mulai digunakan tepatnya pada tahun 1935 saat Shah Reza Pahlavi, raja Iran meminta agar masyarakat internasional menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti Bumi Arya.


Zaman Paleolitik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Perkembangan kebudayaan selalu mendapat pengaruh faktor luar seperti lingkungan maupun faktor dalam seperti perkembangan fisik dan pemikiran. Pada dasarnya kehidupan sangat tergantung pada lingkungan, ketika pertama kali manusia muncul pada kala plestosen, kondisi lingkungan masih belum stabil, berbagai macam bencana sering mengancam keselamatan, cara yang dapat digunakan untuk mengurangi bencana salah satu adalah melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan. Oleh karena itu, adanya penemuan teknologi yang akan menghasilkan alat untuk membantu, juga sebagai pelindung sangatlah dibutuhkan untuk melangsungkan sebuah kehidupan.

1.2  Rumusan Masalah
·                     Apakah tujuan dari adanya perkembangan teknologi pada masa paleolitik?
·                     Jelaskan mengenai teknologi yang ada pada zaman manusia purba!
·                     Bagaimana proses kemajuan teknologi pada masa paleolitik?
·                     Sebutkan dan jelaskan mengenai teknologi yang dihasilkan pada masa         paleolitik!

1.3  Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui serta mengidentifikasi mengenai teknologi yang ada pada masa paleolitik, selain itu juga sebagai syarat untuk memenuhi tugas prasejarah Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Perkembangan teknologi pada masa paleolitik
Selama zaman paleolitikum atau zaman batu tua, kebudayaan dan teknologi menjadi sangat penting sebagai sarana untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia dan ini dimungkinkan oleh perkembangan evolusi otak manusia yang semakin baik. Otak manusia mencapai ukuran modern ketika kira-kira 100.000 tahun yang lalu, dan pada waktu itu kebudayaan manusia menjadi beraneka ragam dan Perkembangan teknologi yang terjadi meningkat. Manusia tidak hanya membuat peralatan dari berbagai macam batu, tetapi juga objek-objek untuk keperluan yang bersifat simbolis seperti kegiatan upacara. Meskipun dalam waktu 100.000 tahun terakhir otak manusia tidak bertabah besar, teknologi tetap berkembang dan berubah sampai sekarang.
Pada masa berlangsungnya hidup berburu tingkat lanjut di kala pasca-plestosen, corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih sangat berpengaruh. Keadaan lingkungan hidup pada masa pasca-plestosen tidak banyak berbeda dengan masa sekarang ini. Hidup berburu dan mengumpulkan bahan-bahan makanan yang terdapat di lingkungan alam sekitar, dilanjutkan dengan adanya berbagai macam teknolongi yang dapat membantu terlangsunganya kehidupan.
                             
2.2  Teknologi manusia purba
Kalau kita perhatikan kurun waktu 2 juta yang panjang , dari makhluk purba pembuat piranti pada awal genus manusia sampai Homo sapiens purba di Eropa dan Asia, teknologi berjalan  sangat lamban. Piranti pemotong dari batuan pipih yang dibuat oleh manusia purba di Olduvai Gorge yang dikenal sebagai piranti Oldowan lebih halus daripada piranti potongan dari batuan pipih yang digunakan di Cina, India, dan Asia tenggara sekitar 100.000 tahun yang lalu.
Kira-kira 600.000 tahun yang lalu didataran Olduvai muncul suatu jenis piranti yang dikenal sebagai kapak genggam. Di sebagian besar tempat Homo Erectus Eropa telah ditemukan piranti yang dikenal sebagai Acheulian (kapak genggam) mungkin digunakan untuk menguliti dan memotong daging. Piranti kerja Acheulian relatif kasar dan terbatas, serta bertahan dalam waktu yang sangat lama. Paling tidak sampai sekitar 100.000 tahun yang lalu piranti kerja Acheulian beralih ke piranti batuan yang lebih halus. Manusia neanderthal purba terus membuat kapak genggam, mengikuti pola Acheulian, tetapi pirantinya menjadi semakin beraneka ragam dan lebih dikhususkan untuk perkerjaan-pekerjaan tertentu. Kapak genggam dan piranti lain dikerjakan dengan seksama dan diperhalus. Disini tingginya intelegensi manusia neanderthal, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran otaknya, memberi rentangan untuk bereksperimen dan kesempurnaan, serta berkomunikasi tentang teknologi.
Kehidupan manusia puba ini mungkin sudah melampaui teknologi sekedar untuk bisa hidup. Tetapi gagasan juga tidak dapat bertahan lama. Secara tradisional pada masa prasejarah pentingnya kurun waktu ditandai dengan tradisi budaya batu. Tradisi budaya batu merupakan bukti kuat teknologi masa itu. Jadi, kurun waktu yang panjang dari masa piranti batuan purba sampai kurun waktu sebelum mulainya pertanian disebut paleolitik (zaman batu purba). Seiring dengan berjalannya waktu zaman batu akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu zaman batu lama dan zaman batu baru. Paleolitik, sebagai suatu tahap dalam teknologi manusia, perlu dibedakan dari plestosin, masa geologi, (kurang lebih 1 juta tahun yang lalu hingga 10 ribu tahun yang lalu, ditandai dengan peningkatan glasial yang berulang.

2.3  Teknologi manusia Neanderthal
Sekitar 75 ribu tahun yang lalu, permulaan kurun waktu glasial yang berangsur-angsur di Eropa menyebabkan cuaca menjadi dingin dan mengubah hutan menjadi daerah padang rumput. Pada tahapan ini terjadi kemajuan yang pesat dalam budaya pembuatan piranti. Piranti pipih halus telah dibuat oleh manusia neanderthal dengan mengasah dua atau tiga serpihan halus pada inti batuan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, kemudian manusia neanderthal memajukan cara ini dengan mempersiapkan gumpalan berbentuk piringan, lalu memukul serpihan batu dengan palu ke bagian tengah piringan hingga intinya hampir hilang. Selanjutnya serpihan halus tersebut digarap menjadi piranti khusus. Langkah awal pembuatan piranti ini dalam jumlah yang besar dapat memungkinkan manusia untuk membuatnya dengan mudah dan cepat, sehingga memunculkan zaman baru piranti khusus. Lebih dari 60 macam piranti yang khusus digunakan untuk mengerat, memotong, menusuk, memahat, dan lain-lain, telah berhasil dibedakan oleh para ahli. Piranti baru ini dikenal sebagai Mousterian artinya memperluas fungsi tangan dan lengan dengan membuat cara-cara baru yang efektif sehingga dapat mengubah benda-benda alami menjadi benda budaya.

2.4   Kemajuan teknologi masa paleolitik
Dugaan bahwa kemajuan teknologi, sebagian merupakan ungkapan dari adanya peningkatan intelegensi dan kesanggupan berkomunikasi. Salah satu hal menentukannya adalah meningkatnya adaptasi terhadap suatu ekosistem yang beraneka ragam maupun pentinganya peranan agama. Dari contoh bahwa suku aborigin Australia denganteknologi sederhan dan sedikit benda-benda materinya yang secara arkeologis bertahan bahkan telah mengembangkan sistem filsafat dan sosial yang sangat kompleks dan canggih. Dapat disimpulkan bahwa piranti sederhana mencerminkan kehidupan sosial yang dangkal atau kehidupan intelektual yang miskin dalam teknologi piranti, ini menunjukkan bahwa tata cara kehidupan para pembuatnya tidak berubah ke arah kompleksitas dan kecanggihan serta pengetahuan yang lebih tinggi dalam peralihan generasi.
Tetapi kemajuan-kemajuan yang sangat lamban selama awal masa pembuatan piranti merupakan masalah yang dipersoalkan. Nampaknya bukan suatu keharusan bagi manusia untuk memperdulikan teknologi selama itu masih berfungsi. Bertindak dengan cara lama yang sederhana sering memberi kebebasan lebih daripada bertindak dengan cara baru yang rumit. Jika telah mencapai pada tekanan umlah penduduk atau perubahan-perubahan lingkungan yang menggangu keseimbangan maka akan memunculkan dorongan terhadap manusia untuk meningkatkan teknologi sehingga dapat meningkatatkan kebudayaan manusia yang lebih baik.

2.5   Teknologi yang dihasilkan pada masa paleolitik
Alat-alat batu tertua yang diketahui pernah dibuat oleh homonida ditemukan di dekat Danau Turkana di Kenya, dan di Etiopia selatan tepatnya di Jurang Olduvia, Tanzania. Munculnya alat-alat tersebut menandakan permulaan zaman Paleozoikum Tua, yaitu bagian pertama dari zaman batu tua (paleolitikum).
Alat-alat purba itu memperlihatkan persamaan yang mencolok yang menunjukan bahwa alat-alat itu dimungkinkan merupakan hasil produk suatu kebudayaan yang mempunyai tradisi membuat alat yang sesuai dengan pola atau model yang ideal. Di Olduvai dan Turkana alat-alat itu berumur hampir 2 tahun. Alat-alat hadar ditemukan di bawah lapisan yang mempunyai teknik potasium-argon dan diperkirakan berasal kira-kira 1,8 juta tahun yang lalu tetapi diatas lapisan lain yang kira-kira berumur 2,8 juta tahun, dapat disimpulkan kira-kira alat-alat itu berumur sekitar 2,5 juta tahun.

a)      Jurang Olduvai
Jurang Olduvai adalah bagian dari tanah daratan serengeti di Afrika Timur yang lepas dan dahulunya merupakan sebuah danau. Jurang Oldivai memiliki bentuk seperti jurang dan berisi lava. Kira-kira 2 juta tahun yang lalu, tepi danau itu tidak hanya dihuni oleh sejumlah binatang liar, tetapi jugs oleh kelompok-kelompok hominida, termasuk australopithecina robusa dan anggota-anggota marga Homo, anggota-anggota marga Genus dan Homo Erectus. Oleh karena itu jurang tersebut merupakan sumber yang kaya akan peninggalan-peninggalan paleolithikum , dan menjadi situs kunci yang menghasilkan bukti-bukti tentang evolusi perkembangan manusia. Disitu ditemukan tempat-tempat pembunuhan binatang dan tempat-tempat perkemahan yang digunakan oleh para pemburu hampir 2 juta tahun yang lalu.

b)      Tradisi Peralatan Oldowan
Alat-alat zaman paleolithikum tua yang usianya paling tua terletak di Jurang Olduvai dan termasuk tradisi peralatan Oldowan (Oldowan Tool tradition). Karakteristik tradisi alat ini merupakan alat penetak untuk segala keperluan. Cara pembuatannya adalah dengan memukul beberapa lempengan dari sebuah batu, umumnya adalah batu kali yang terbawa oleh air, dengan menggunakan batu lain sebagai alat pemukul (hammerstone), atau dengan memukulkan batu kali itu kepada sebuah batu besar untuk melepaskan kepingan-kepingan. Sistem ini disebut dengan sistem benturan (percussion method). Produk akhirnya adalah sebuah alat penetak bertepi tajam, yang digunakan secara efektif untuk memotong dan menetak. Dari bentuknya yang khas diduga bahwa alat penetak itu digunakan untuk berbagai keperluan, seperti memotong daging, membelah tulang untuk menggambil sum-sumnya.
Meskipun kasar, penetak dan alat Oldowan itu merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi hominida purba. Sebelum itu mereka tergantung pada adanya benda-benda temuan, yang tidak banyak memerlukan modifikasi seperti tulang, tongkat, atau batu yang bentuknya sesuai dengan keperluan. Alat-alat Oldowan membuka kemungkinan untuk menambahkan bahan-bahan makanan baru, karena tanpa alat-alat seperti itu, pada hominida hanya dapat menyantap binatang yang dapat dikuliti dengan gigi atau kuku. Oleh karena itu, makanan mereka yang berupa protein binatang, sangat terbatas. Penemuan alat penetak dan peralatan Oldowan itu bukan hanya menghasilkan penghematan tenaga dan waktu, tetapi juga membuka kesempatan untuk mendapatkan daging secara teratur. Daging juga dapat diperoleh dengan mengumpulkannya seperti yang dilakukan oleh Australopithecus atau bahkan dengan mencurinya dari binatang-binatang pemburu. Susunan gigi yang dimiliki oleh Australopithecus dan homo tidak sesuai jika digunakan untuk memakan daging dalam jumlah yang besar, untuk dapat memakan daging dalam jumlah yang besar dibutuhkan gigi-gigi yang tajam seperti yang dimiliki oleh binatang pemakan daging atau karnivor.
Permulaan pembuatan alat tersebut merupakan akibat dari proses adaptasi pada lingkungan hutan yang berubah menjadi padang rumput. Perubahan-perubahan fisik merupakan adaptasi hominida pada daerah baru yang berumput mendorong pembuatan alat-alat tersebut. Padang rumput Afrika adalah lingkungan dengan musim panas yang panjang, di mana hominida yang kecil, tidak memiliki sarana biologis untuk melindungi dirinya dan masih belum bisa untuk memakan daging. Oleh karena itu dibutuhkan cara untuk melengkapi sumber bahan makanan yang terbatas. Penggunan alat pemotong yang tajam untuk membuka kulit antelop, alat pemukul untuk memecah tulang panjang, atau cangkok kura-kura, alat runcing untuk menggali akan untuk menambah kuantitas dan variasi bahan pangan yang dapat disantap secara teratur. Bagi hominida alat-alat itu juga akan berguna sebagai senjata pertahanan.
Tradisi Oldowan itu boleh jadi menandai salah satu waktu pertama kali dan diketahui, bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara kultural, dan tidak secara fisik pada kondisi lingkungan.

c)      Tradisi Peralatan Acheulean (Acheulean tool Tradition)
Di Asia timur alat penetak yang merupakan bagian-bagian dari alat-alat Oldowan dan Acheulean tatap bertahan selama zaman paleolitikum. Kapak genggam adalah sebuah alat yang khas dalam tradisi Acheulean, kapak genggam yang tertua dibuat dari gumpalan batu api. Dengan memukuli semua sisi dari gumpalan itu dengan menggunakan batu pemukul (hammerstone). Tradisi Acheulean tubuh dari tradisi Oldowan.
Alat-alat Acheulean memiliki kemajuan dibandingkan dengan alat-alat penetak dan penyerut umum dari tradisi Oldowan. Dalam periode ini mulailah terjadi diservikasi kebudayaan peralatan tersebut. Selain kapak genggam Homo Erectus alat-alat tersebut untuk membelah. Jumlah peralatan yang berkembang pesat dalam tradisi Acheulean menunjukkan bahwa Homo Erectus dapat mendayagunakan lingkungannya secara efektif. Semakin banyak jenis yang digunakan, semakin banyak sumber alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih singkat, dengan tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.

d)     Penggunaan Api
Tanda lain pekembangan Homo Erectus adalah penggunaan dan kegiatan memasak yang dipastikan dengan penemuan batu-batu yang terbakar dan tungku di Goa Choukoutien di dekat Peking di Cina dan di Goascale di Perancis selatan. Memasak adalah suatua adaptasi kultural yang amat penting.penggunaan api juga penting bagi manusia karena berbagai alasan. Panas yang dihasilkan dapat membantu mereka mengawasi hawa dingin, karena mereka tinggal di dalam Gua di dekat Danau. Api juga dapat digunakan sebagai penghalau apabila ada binatang buas yang mendekat.





























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebudayaan dan teknologi sangat berpengaruh untuk melangsungkan sebuah kehidupan. Tanpa teknologi kehidupan tidak akan berjalan secara teratur. Teknologi tidak hanya terbatas pada zaman sekarang melainkan sudah ada sejak zaman dahulu kala, bahkan sejak zaman paleolitik, manusia purba telah mengenal sebuah teknologi sederhana. Walaupun masih berupa teknologi yang sangat sederhana namun sangat membantu dalam proses kehidupan yang ada pada masa itu. Adanya banyak penemuan yang ditemukan secaraa berkala menunjukkan bertambahnya tingkat kualitas dan efektivitas suatu kehidupan. Itu membuktikan bahwa semakin berkembangnya intelektual (kecerdasan) manusia, maka semakin berkembangnya yang sebuah teknolongi dihasilkan oleh manusia.
Peralatan pada masa paleolitik terdiri dari alat-alat batu dengan pengerjaan yang masih sangat sederhana, hanya berdasarkan pada kebutuhan praktis sehari-hari. Teknik pembuatan tajaman alat hanya dikerjakan pada satu sisi saja (monofacial), yang dilakukan dengan cara membenturkan batu-batu besar sebagai bahan dasarnya dengan batu lain. Hasil peralatan pada masa ini antara lain adalah kapak genggam (kapak perimbas dan kapak penetak).


















DAFTAR RUJUKAN



Keesing, R.M.,& Gunawan,S.1999.Antropologi Budaya edisi 2 jilid 1.Jakarta: Erlangga.
Soejono, R.P.,& Truman.2006.Archaeology Indonesia Perspective R.P.Soejono’s Festschrift.Jakarta: Lipi press.
Haviland,W.A.,& Soekadijo, R.G.1999.Antropologi edisi 4 jilid 1.Jakarta: Erlangga.
Poesponegoro, M.D.,& Notosusanto, N.1999.Sejarah Nasional Indonesia jilid 1.Jakarta: Balai Pustaka.
http://kekunaan.blogspot.com/2012/07/teknologi-zaman-prasejarah.html?spref=fb


ASAL USUL GANESHA : ANALISIS SEJARAH SEBAGAI ILMU DAN FOLKLORE

(Mu’azzizah Dara Shivana/120731400293/18/VII/SIK-C)

            Ganesha adalah salah satu dewa di dalam agama Hindu. Nama Ganesha sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri atas kata gana berarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan, dan isha berarti penguasa atau pemimpin. Kata gana ketika dihubungkan dengan Ganesha seringkali merujuk kepada para gana, pasukan makhluk setengah dewa yang menjadi pengikut Shiwa. Nama Ganesha bukan satu-satunya nama, melainkan ganesha juga memiliki nama-nama lain didalam Kitab Amarakosha, yaitu kamus bahasa Sanskerta, Ganesha memiliki daftar delapan nama lain : Winayaka, Wignaraja (sama dengan Wignesa), Dwaimatura (yang memiliki dua ibu), Ganadipa (sama dengan Ganapati dan Ganesa), Ekadanta (yang memiliki satu gading), Heramba, Lambodara (yang memiliki perut bak periuk, atau, secara harfiah, yang perutnya bergelayutan), dan Gajanana (yang bermuka gajah).
            Ganesha juga merupakan salah satu dewa yang terkenal dalam agama Hindu dan mudah dikenali karena kepalanya yang berbentuk gajah. Ganesha lebih dikenal dengan sebutan Dewa Pengetahuan, Dewa Kecerdasan, Dewa Pelindung Seni tapi tidak sedikit juga yang menyebut kalau Ganesha juga merupakan Dewa penyingkir segala rintangan, baik rintangan itu berupa gangguan gaib (magic) maupun gangguan langsung (fisik) dan Dewa Bijaksana. Sebagai dewa ilmu pengetahuan, Ganesha selalu mengundang kekaguman para pakar ikonografi (pengetahuan tentang seni arca kuno) karena bentuk dan gaya seni yang berbeda-beda. Namun ciri utama Ganesha tetap sama, yakni memiliki belalai yang sedang mengisap isi mangkok dalam genggaman tangan depannya. Salah satu cara yang terkenal dalam memuja Ganesha adalah dengan menyanyikan Ganesha Sahasranama, sebuah doa pengucapan "seribu nama Ganesha". Setiap nama dalam sahasranama mengandung arti berbeda-beda dan melambangkan berbagai aspek dari Ganesha. Sekurang-kurangnya ada dua versi Ganesha Sahasranama; salah satu versi diambil dari Ganeshapurana, yaitu sastra Hindu untuk menghormati Ganesha.
            Di kalangan masyarakat Hindu, Ganesha dianggap setengah manusia dan setengah dewa. Peranan Ganesha begitu penting itu disebabkan karena dia adalah anak Dewa Shiwa dan Dewi Sri Parwati. Namun dibalik ketenarannya tersebut, masih menundang misteri tersendiri tentang asal muasal dari Dewa ganesha. Banyak versi yang tercipta tentang ketenarannya tersebut mulai dari kemunculan pertamanya, Ganesha didalam sastra weda & wiracarita, zaman purana, tidak terkecualikan versi folklore yang merupakan cerita rakyat atau lebih dikenal dengan istilah mitos kalau di Indonesia.
            Kelahiran Ganesha, menurut salah satu versi cerita rakyat dilatari oleh permintaan Indra dan para dewa, agar Shiwa menciptakan tokoh yang dapat mengalahkan raksasa yang ingin menguasai tempat tinggal para dewa. Kemudian Siwa mengerahkan salah satu kekuatannya dalam ujud seorang pemuda tampan yang lahir dari rahim Parwati. Pemuda tersebut diberi nama Vighneswara (Penyingkir Rintangan). Kelak dia diperintahkan untuk mengalahkan para raksasa.
            Parwati sangat bangga akan ketampanan putranya. Maka dia mengundang para dewa untuk memamerkan putranya itu. Semua dewa memandang kagum kepada Vighneswara. Kecuali Sani (Saturnus), dia tidak mau memandang Vighneswara karena membawa kutukan isterinya. Konon menurut kepercayaan, apa saja yang dipandangnya akan berubah menjadi abu.Meskipun sudah menolak, Parwati tetap meminta Sani memandang putranya. Akibatnya kepala Vighneswara hancur menjadi abu. Parwati pun sangat berduka. Kemudian Brahma menghibur Parwati dan berjanji memulihkan kepala putranya dengan makhluk pertama yang dilihatnya. Makhluk pertama yang dijumpai Brahma adalah seekor gajah. Sehingga kepala anaknya berubah wujud menjadi kepala gajah.
            Ganesha sangat populer dan banyak pemujanya, terutama dari sekte Ganapatya. Ganapati adalah nama lain Ganesha dalam kedudukannya sebagai pimpinan para gana. Gana adalah makhluk kahyangan yang termasuk di dalam kelompok pariwara kecil yang bertugas sebagai pasukan pengawal Siwa. Dalam cerita wayang, Ganesha disebut Bhatara Gana. Dan versi ini sebenarnya juga ada didalam Kitab Brahmavairavata.
            Menurut Kitab Shiwa Purana, itu bermula ketika suatu hari Dewi Parwati ingin mandi, maka dia panggil pengawal, tapi pengawal sedang tidak ada. Lalu dia panggil anak laki-lakinya yang ternyata juga sedang pergi. Akhirnya dipanggil anak angkatnya yang bernama Ganesha. Lalu Dewi Parwati berpesan, kalau jangan biarkan seorangpun juga memasuki rumah ini ketika dia sedang mandi. Ganesha merupakan anak angkat yang patuh, dia pun mengangguk dan duduk berjaga di depan pintu. Tak lama kemudian ketika Dewi Parwati sedang mandi, Dewa Shiwa datang dan hendak memasuki rumah. Ganesha sesuai perintah ibu angkatnya tentu saja tidak mengizinkan. Kemarahan Dewa Shiwa mencapai puncaknya, sekali tebas kepala ganesha langsung putus. Ketika Dewi Parwati selesai mandi dan mengetahui apa yang terjadi, dia marah kepada Bhatara Shiwa dan meminta Dewa Shiwa untuk menghidupkan kembali Ganesha.
            Menurut kepercayaan waktu itu, Kalau ada orang meninggal karena terpancung, dan jika ada orang lain yang ‘pertama’ lewat disekitar itu lalu diambil kepalanya (dengan cara dipancung juga) kemudian kepala orang kedua dipasangkan ke badan orang yang pertama, maka orang yang pertama tadi bisa hidup kembali. Maka Dewa Shiwa (Bhatara Shiwa) menyuruh semua pengawal berpencar di sekitar rumah untuk mencari orang yang kepalanya bisa dipasangkan ke badan Ganesha. Ternyata setelah waktu berapa lama, tidak ada juga orang yang lewat di sana. Ketika harapan sudah hampir pupus, tiba-tiba seekor gajah lewat. Apa boleh buat, yang pertama lewat ternyata bukan manusia, tetapi gajah. Pengawal dengan sigap memenggal kepala gajah lalu memasangkannya ke badan Ganesha. Ganesha pun hidup kembali, walaupun dengan kepala gajah.
            Tidak ada dendam dan penyesalan pada diri Ganesha. Dia hanya ingin tetap menjadi anak yang baik dan patuh kepada orang tuanya. Keadaan ini akhirnya membuat Ganesha di boyong ke istana Bhatara Shiwa dan dijadikan pengawal kerajaan. Suatu hari dia akan mengawal Dewi Parwati dan anggota keluarga lainnya. Ketika semua naik burung Garuda ternyata Ganesha tidak kebagian tempat dan hanya naik burung biasa. Ketika yang lain bisa berjalan-jalan sejauh mungkin, Ganesha dengan kondisi dan posisinya hanya bisa berputar-putar di sekeliling istana. Semua itu dijalani Ganesha tetap dengan tawa dan ceria, tanpa harus merasa rendah diri. Wajahnya memang telah berubah menjadi si buruk rupa, tapi tidak dengan hatinya. Ia tetap bekerja dan melaksanakan setiap tugasnya dengan sungguh-sungguh dan membantu setiap orang yang membutuhkannya. Akhirnya hati Bhatara Shiwa pun luluh dan bersabda: “Ganesha, selama hidupmu, dimanapun kau berada, kamu akan selalu bermanfaat bagi orang-orang yang ada di sekeliling kamu”. Begitulah salah satu cerita rakyat (legenda) yang terkenal tentang Ganesha.
            Menurut buku yang ditulis oleh Thapan tentang perkembangan Ganesha mengandung sebuah bab tentang spekulasi mengenai peran kepala gajah pada zaman awal di India, namun berkesimpulan bahwa, meski pada abad ke-2 Masehi ada perwujudan yaksa berkepala gajah, itu tidak bisa dianggap menggambarkan Ganapati-Winayaka. Tidak ada bukti mengenai dewa yang disebut memiliki wujud gajah atau berkepala gajah pada permulaan zaman ini. Suatu teori mengenai asal-usul Ganesha dalam kitab Purana mengatakan bahwa, ia perlahan-lahan menjadi tenar sehubungan dengan empat Winayaka, tidak ada yang tahu mengenai kapan tepatnya Ganesha muncul yang ada hanyalah kisah hidup Ganesha yang muncul belakangan sekitar tahun 600-1300.
Dalam mitologi Hindu, para Winayaka adalah kelompok empat makhluk jahat yang membuat rintangan dan kesulitan, namun mudah untuk ditenangkan. Nama Winayaka adalah nama yang biasa bagi Ganesha, baik dalam Purana-Purana maupun Tantra Buddha. Yuvraj krishan menerima teori ini, yang meneliti masalah dan mengungkapkan bahwa referensi tentang Ganesha bukan dewa dalam Weda, melainkan terdapat dalam Bayupurana dan Brahmandapurana. Asal-usulnya mengikuti jejak empat Winayaka, roh jahat, dari Manawagrehyasutra yang menyebabkan berbagai jenis kejahatan dan penderitaan. Penggambaran figur manusia berkepala gajah, yang beberapa di antaranya diidentifikasikan dengan Ganesha, muncul dalam kesenian dan koin India pada permulaan abad ke-2.
            Sedangkan menurut kitab Smaradahana karang Mpu dharmaja dari kerajaan kadiri, diceritakan bahwa Ganesha berkepala gajah karena ketika dewi Parwati hamil tua, dia dikejutkan oleh kedatangan dewa Indra dengan seekor gajahnya yang bernama Airawata, yang pada saat itu tiba-tiba lewat di depan dewi Parwati. Karena terkejutnya sehingga bayi yang dikandungnya lahir, dan ternyata bayi yang baru lahir tersebut berkepala gajah. Seorang sejarawan, Phyllis Granof berkesimpulan bahwa, Mudgalapurana adalah kitab filsafat terakhir yang menyinggung masalah Ganesha yaitu pada aabad ke-17 dan ke-18.
            Asal usul Ganesha sendiri jika dianalisis dari sejarah dan folklore banyak macamnya, bukan hanya cerita dari India tetapi juga dari Indonesia. Kebanyakan dari India, karena Ganesha sendiri merupakan salah satu dewa yang ada dalam agama Hindhu yang berasal dari India, tapi bukan berarti meskipun dari India cerita mengenai Ganesha sudah jelas, melainkan kebalikannya dan itu dikarenakan versi yang sudah terlanjur beredar dalam masyarakat meskipun dalam sebagian kitab Hindhu juga sudah dibahas mengenai Ganesha. Sebenarnya, cerita mengenai asal usul ganesha jika dipandang dari sejarah maupun folklore ada beberapa persamaan dan itu merupakah kewajaran dalam ilmu sejarah, itu tergantung dari masing-masing Individu dalam mempercayainya, versi mana yang lebih meyakinkan.   
            Selain cerita tentang asal usul Ganesha yang sangat beragam, disamping itu semua juga ada penemuan arca Ganesha, salah satunya Ganesha Bunulrejo (Prasasti Kanuruhan), terbuat dari bahan batu andesit yang berasal dari Kampung Beji Kel. Bunulrejo Kec. Blimbing, Malang. Ganesha digambarkan dengan Posisi duduk seperti bayi di bantalan (asana) bunga teratai merah (padma) ganda. Pada bagian leher hingga kepala hilang. Dua tangan belakang serta telapak kedua tangan depan hilang. Keistimewaaan dari arca Ganesha ini yakni di belakang sandarannya dipahatkan sebuah prasasti  yang memuat berita bahwa pada tahun 865 saka bulan Posya wuku wukir (sekitar tanggal 4-7 Januari 935 M).                 
          Ada juga ditemukan arca Ganesha yang berasal dari hibah dari Bapak Jayusman Jl. Sambas No. 10 Malang. Arca Ganesha ini dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayidengan badan sangat buntak atau tambun, sehingga kelihatan lucu, namun raut mukanya tampak garang. Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta). Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kanan dengan aus, tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka) namun telapak tangan ini pun juga aus. Belalai membelok ke kiri yang pastinya dengan ujung dicelupkan ke dalam mangkuk. Mengenakan kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana), dan gelang kaki (nupura). Di depan perut melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara). Keistimewaan dari arca Ganesha ini terdapat tali badong pada bahunya, yang menandakan arca ini hasil kesenian masa kerajaan Kadiri. Keistimewaan yang lain pada tempat duduknya yang berbentuk persegi terdapat gambar tikus. Tikus merupakan tunggangan dari dewa Ganesha. Di Indonesia, arca Ganesha digambarkan bersama-sama dengan tikus sangat jarang didapat.